Pages

Sabtu, 19 Maret 2011

Ketika Ali bin Abi Thalib ra. Telat Subuh Berjamaah

Pagi hari itu, Ali bin Abi Thalib bergegas bangun untuk mengerjakan shalat Subuh berjamaah di masjid seperti biasanya bersama Rasulullah. Langit masih gelap ketika Ali keluar dari rumahnya dan berjalan tergesa-gesa menuju ke masjid. Bilal sudah memanggil-manggil dengan suara azannya yang berkumandang merdu ke segenap penjuru dan sudut-sudut kota Madinah.

Namun, ketika Ali bin Abi Thalib berada di jalan menuju tempat jamaah yang jaraknya masih cukup jauh, di hadapannya ada seorang kakek tua beragama Yahudi yang melangkah pelan sekali karena usianya yang telah lanjut. Kakek itu berjalan tertatih-tatih.

Ali sebenarnya sangat tergesa-gesa. Ia tidak ingin tertinggal mengerjakan shalat Tahyatul Masjid dan qabliyah Subuh sebelum melaksanakan shalat Subuh berjamaah bersama Rasulullah dan para sahabat lainnya.

Ali paham benar bahwa Rasulullah mengajarkan supaya setiap umat muslim menghormati orang tua. Siapapun itu dan apapun agamanya. Maka, Ali pun terpaksa berjalan di belakang kakek itu. Tapi apa daya, si kakek berjalan amat lamban, dan karena itu pulalah langkah Ali jadi melambat. Kakek itu lemah sekali, dan Ali tidak sampai hati untuk mendahuluinya. Ia khawatir kalau-kalau kakek Yahudi itu terjatuh atau kena celaka.

Setelah sekian lamanya berjalan, akhirnya waktu mendekati masjid, langit sudah mulai terang. Kakek itu melanjutkan perjalanannya, melewati masjid.

Ketika memasuki masjid, Ali menyangka shalat Subuh berjamaah sudah usai. Ia bergegas. Ali terkejut sekaligus gembira, Rasulullah dan para sahabat masih rukuk pada rakaat yang kedua. Berarti Ali masih punya kesempatan untuk memperoleh shalat berjamaah. Jika masih bisa menjalankan rukuk bersama, berarti ia masih mendapat satu rakaat shalat berjamaah.

Sesudah Rasulullah mengakhiri shalatnya dengan salam, Umar bin Khattab memberanikan diri untuk bertanya. “Wahai Rasulullah, mengapa hari ini shalat Subuhmu tidak seperti biasanya? Ada apakah gerangan?”

Rasulullah balik bertanya, “Kenapakah, ya Umar? Apa yang berbeda?”

“Kurasa sangat lain, ya Rasulullah. Biasanya engaku rukuk dalam rakaat yang kedua tidak sepanjang pagi ini. Tapi tadi itu engkau rukuk lama sekali. Kenapa?”

Rasulullah menjawab, “Aku juga tidak tahu. Hanya tadi, pada saat aku sedang rukuk dalam rakaat yang kedua, Malaikat Jibril tiba-tiba saja turun lalu menekan punggungku sehingga aku tidak dapat bangun iktidal. Dan itu berlangsung lama, seperti yang kau ketahui juga.”

Umar makin heran. “Mengapa Jibril berbuat seperti itu, ya Rasulullah?”

Nabi berkata, “Aku juga belum tahu. Jibril belum menceritakannya kepadaku.”

Dengan perkenaan Allah, beberapa waktu kemudian Malaikat Jibril pun turun. Ia berkata kepada Nabi saw., “Muhammad, aku tadi diperintahkan oleh Allah untuk menekan punggunmu dalam rakaat yang kedua. Sengaja agar Ali mendapatkan kesempatan shalat berjamaah denganmu, karena Allah sangat suka kepadanya bahwa ia telah menjalani ajaran agamaNya secara bertanggung jawab. Ali menghormati seorang kakek tua Yahudi. Dari penghormatannya itu sampai ia terpaksa berjalan pelan sekali karena kakek itupun berjalan pelan pula. Jika punggungmu tidak kutekan tadi, pasti Ali akan terlambat dan tidak akan memperoleh peluang untuk mengerjakan shalat Subuh berjamaah denganmu hari ini.”

Mendengar penjelasan Jibril itu, mengertilah kini Rasulullah. Beliau sangat menyukai perbuatan Ali karena apa yang dilakukannya itu tentunya menunjukkan betapa tinggi penghormatan umat Islam kepada orang lain. Satu hal lagi, Ali tidak pernah ingin bersengaja terlambat atau meninggalkan amalan shalat berjamaah. Rasulullah menjelaskan kabar itu kepada para sahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Masukkan Link Sobat Disini